Senin, 30 Mei 2011

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
DM merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemi). Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dalam makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini dapat menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti dibetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang dapat mengakibatkan komplikasi mikrovaskular yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada saraf). DM juga meningkatkan insiden penyakit makrovaskuler yang mencakup insiden infark miokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

B. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
(1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
(2) DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

C. ETIOLOGI/FAKTOR PREDISPOSISI-PRESIPITASI
Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan karena faktor :
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik

C. TANDA DAN GEJALA
1. Diabetes Tipe I
Øhiperglikemia berpuasa
Øglukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
Økeletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,Ø nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
Ølambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,Ø poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
Økomplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan, rasa baal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada wanita, keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain yaitu mata kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata.
Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas DM, yaitu poliuria akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun.

D. PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

E. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
b.Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i.Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
2. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200 mg/dl.
3. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
4. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai GOD.
5. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
6. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

G. PENGELOLAAN
divonis diabetes bukan berarti hidup penuh batasan anda hanya perlu 5 langkah untuk menjalani hidup sehat
1. Edukasi deabetes : rajin mengikuti edukasi diabetes, membantu diabetisi memahami seluk beluk diabetes, dan pengendaliannya.
2. Aktifitas fisik : lakukan aktivitas fisik 3-4 kali seminggu selama 30 menit untuk mendapatkan hasil yang optima, seperti berolahraga.
3. Pengaturan makan ; untuk menjaga gula darah tetap seimbang, diabetisi menganjurkan pola makan dengan gizi seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori.
4. Minum obat/insulin : bila pengaturan makan dan aktivitas fisik belum berhasil, dokter akan memberikan terapiobat yang cocok.
5. Monitoring gula darah secara teratur : selalu mengecek kadar gula darah saat puasadan saat 2 jam stelah makan.

Cara mancapai gula darah yang terkendali
• Lakukan pemeriksaan gula darah beberapa kali sehari (sesuai petunjuk dokter)
• Diet (pola makan) yang seimbang, olahraga secara teratur dan disiplin dalam minum obat/insulin (sesuai petunjuk dokter)
• Mencatat dan mengevaluasi hasil test gula darah dengan catatan harian atau diary untuk memantau tren gula darah terakhir.
Farmakologis

Apabila pengendalian diabetesnya tidak berhasil dengan pengaturan diet dan gerak badan barulah diberikan obat hipoglikemik oral. Di Indonesia umumnya OHO yang dipakai ialah Metformin 2 – 3 X 500 mg sehari.
Pada pasien yang mempunyai berat badan sedang dipertimbangkan pemberian sulfonilurea.

Pedoman pemberian sulfonilurea pada DM usia lanjut :
• Harus waspada akan timbulnya hipoglikemia. Ini disebabkan karena metabolisme sulfonilurea lebih lambat pada usia lanjut, dan seringkali pasien kurang nafsu makan, sering adanya gangguan fungsi ginjal dan hati serta pengaruh interaksi sulfonilurea dengan obat-obatan lain.
• Sebaiknya digunakan digunakan sulfonyl urea generasi II yang mempunyai waktu paruh pendek dan metabolisme lebih cepat.
• Jangan mempergunakan klorpropamid karena waktu paruhnya sangat panjang serta sering ditemukan retensi air dan hiponatremi pada penggunaan klorpropamid. Begitu pula bila ada komplikasi ginjal, klorpropamid yang kerjanya 24 – 36 jam tidak boleh diberikan, oleh karena ekskresi obat sangat berkaian dengan fungsi ginjal. Hipoglikemia akibat klorpamid dapat berlangsung lama, berbeda dengan hipoglikemi karena tolbutamid.
• Sulfonilurea dengan kerja sedang ( seperti glibenklamid, glikasid), biasanya dosis awal setengah tablet sehari, kalau perlu dapat dinaikkan 1 – 2 kali sehari.
• Dosis oral pada umumnya bila dianggap perlu dapat dinaikkan tiap 1 – 2 minggu. Untuk mencegah hipoglikemia pada pasien tua lebih baik tidak memberikan dosis maksimum.
• Kegagalan sekunder dapat terjadi setelah penggunan OHO beberapa lama. Pada kasus sperti ini biasanya dapat dicoba kombinasi OHO dengan insulin atau langsung diberikan insulin saja.


H. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 % 2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 % 3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea
• kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
• kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendukomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta

Kamis, 26 Mei 2011


Pengkajian pada Sistem Endokrin

PENGKAJIAN UMUM SISTEM ENDOKRIN

Pengkajian Umum Sistem Endokrin

1) Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.


2) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan gangguan hormonal seperti:
 Obesitas
 Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
 Kelainan pada kelenjar tiroid
 Diabetes melitus
 Infertilitas
Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan di mengerti oleh klien atau keluarga.

3) Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan.
 Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
 Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
 Gangguan psikologia seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
 Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.


4) Riwayat Diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
 Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
 Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis
 Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
 Pola makan dan minum sehari-hari
 Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid

5) Status Sosial Ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran

6) Masalah Kesehatan Sekarang
Atau disebut juga keluhan utama. Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
 Apa yang di rasakan klien
 Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau poerlahan dan sejak kapan dirasakan
 Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
 Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
 Bagaiman fungsi seksual dan reproduksi
 Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien
Halhal yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum :
 Tingkat energi
Perubahan kekuatan fisik di hubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal.perawat mengakaji bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apakah dapat di lakukan sendiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya melakukannya atau bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang sangat penting. Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apkah berlebih atau kurang.
 Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokri. Secara langsung oleh ADH,Aldosteron, dan kortisol.perawat menanyakan tentang pola berkemih dan jumlah volume urine. Dan apakah klien sering terbangun malam hari untuk berkemih. Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi klien. Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air dan elektrolit tubuh. Bila dari hasil anamnesa ada hal yang mengindikasikan voume urine berlebih, pertanyaan kita di arahkan lebih jauh ke kemungkinan klien kekurangan cairan, kaj apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan bagaimana klien mengatasinya. Tanyakan seberapa besar volume cairan yang dikonsumsi setiap hari. Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk membandingan pola yang ada sekarang.
 Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu. Kondisi ini dapat pula terjadi setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH atau mungkin Gonad dan kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah terjadi semenjak bayi di lahirkan dengan tubuh yang kerdil, atau terjadi selama proses pertumbuhsn dan bahkan tidak dapat di identifikasi jelas kapan mulai tampak gejala tersebut. Mengkajisecara lengkap pertambahan ukuran tubuh dan fungsinya misalnya bagaimaa tingkat intelegensia, kemampuan berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab. Kaji pula apakah perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.
 Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk di kaji baik klien wanita maupun pria. Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama, volume, frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kramp abdomen sebelum selama dan sesudah haid. Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di gunakan, kaji pula pada umur berapa klien pertama kali menstruasi.
Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan. Jumlah anak yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara tertentuuntuk membatasi kelahiran atau cara untuk mendapatkan keturunan. Pada klien pria, kaji apakah klien mampu ereksi dan orgasme dan bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan pula adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.
Mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan seks masih seringkali menjadi hal yang tabu untuk di perbincangkan padahal seharusnya itu tidak perlu terjadi. Jika perbincagan tentang seks ii di lakukan dalam konteks therapi maka tidak perlu malu. Perawat perlu mawas diri dengan perasaannya, bersikap dewasa, dan berwibawa sehingga perasaan segan dan malu dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
 Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik ad dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1. Kondisi kelenjar endokrin
2. Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin

Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testes).Secara umum,tekhenik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai pperubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokri, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan
Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bebtuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidemtifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada lehe, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus. Infeksi jamur, penembuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumopai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
Palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut began ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinaar dan sinyal seperti karret.


Auskultasi
Mendengarkan bunyin tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.



7) Pengkajian Psikososial
Perawat mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman , dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat sakit. Sejaumlah ganguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang dialami menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi dan lain-lain yang akan mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin
A. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
Foto Tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.


Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.

CT scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur.

Pemeriksaan darah dan urin
KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
1. Tidak ada pembatasan makan dan minum
2. Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.
3. Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman spesimen
4. Cegah stress fisik dan psikologis
Pelaksanaan
1. Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2. Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3. Urine ditampung selama 24 jam
4. Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laborator
Hasil
Normal bila ;
 ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl
 17-Hydroxi-Cortico-Steroid (17-OHCS ) dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.
Cara sederhana dapat juga dilakukan dengan pemberian deksametason 1 mg per oral tengah malam , baru darah vena diambil lebih kurang 5 cc pada pagi hari dan urin ditampung selama 5 jam. Spesimen dikirim ke laboratorium. Nilai normal bila kadar kortisol darah kurang atau sama dengan 3 mg/dl dan ekskresi OHCS dalam urin 24 jam kurang dari 2.5 mg.

B. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Tiroid
 Up take Radioaktif ( RAI )
Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida.
Persiapan
1. Klien puasa 6-8 jam
2. Jelaskan tujuan dan prosedur
Pelaksanaan
1. Klien diberi Radioaktif Jodium (I131) per oral sebanyak 50 microcuri. Dengan alat pengukur yang ditaruh di atas kelenjar tiroid diukur radioaktif yang tertahan.
2. Juga dapat diukur clearence I131 melalui ginjal dengan mengumpulkan urin selama 24 jam dan diukur kadar radioaktif jodiumnya.
Banyaknya I131 yang ditahan oleh kelenjar tiroid dihitung dalam persentase sebagai berikut:
1. Normal : 10-35%
2. Kurang dari : 10% disebut menurun , dapat terjadi pada hipotiroidisme.
3. Lebih dari : 35 % disebut meninggi, dapat terjadi pada tirotoxikosis atau pada defisiensi jodium yang sudah lama dan pada pengobatan lama hipertiroidisme.


 T3 dan T4 Serum
Persiapan fisik secara khusu tidak ada. Spesimen yang dibutuhkan adalah darah vena sebanyak 5-10 cc.
1. Nilai normal pada orang dewasa:
Jodium bebas : 0.1-0.6 mg/dl
T3 : 0.2-0.3 mg/dl
T4 : 6-12 mg/dl
2. Nilai normal pada bayi/anak:
T3 : 180-240 mg/dl

 Up take T3 Resin
Bertujuan untuk mengukur jumlah hormon tiroid ( T3 ) atau tiroid binding globulin (TBG) tak jenuh. Bila TBG naik berarti hormon tiroid bebas meningkat. Peningkatan TBG terjadi pada hipertiroidisme. Dibutuhkan spesimen darah vena sebanyak 5 cc. Klien puasa selama 6-8 jam.
Nilai normal pada :
- Dewasa : 25-35 % uptake oleh resin
- Anak : pada umumya tidak ada

 Protein Bound Iodine (PBI)
Bertujuan mengukur jodium yang terikat dengan protein plasma. Nilai normal 4-8 mg% dalam 100 ml darah. Spesimen yang dibutuhkan darah vena sebanyak 5-10 cc. Klien dipuaskan sebelum pemeriksaan sebelum pemeriksaan 6-8 jam.

 Laju Metabolisme Basal (BMR)
Bertujuan untuk mengukur secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan tubuh di bawah kondisi basal selama beberapa waktu.
Persiapan:
-klien puasa sekitar 12 jam
-hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress
-klien harus tidur paling tidak 8 jam
-tidak mengkonsumsi obat-obat analgesik dan sedatif
-jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan dan prosedurnya
-tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan dilakukan
Pelaksanaan :
-segera setelah bangun, dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi
-dihitung dengan rumus BMR (0.75 × pulse ) + ( 0.74 × Tek Nadi ) -72
-nilai normal BMR : -10 s/d 15 %

 Scanning Tyroid
Dapat digunakan dengan beberapa tehnik antara lain :
- Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin ( berfungsi atau tidak berfungsi ). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
- Up take Iodine. Digunakan untuk menentukan pengambilan jodium dari plasma. Nilai normal 10 s/d 30 % dalam 24 jam.

C. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Paratiroid
 Percobaan Sulkowitch
Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine, sehingga dapat diketahui aktivitas kelenjar paratiroid. Percobaan dilakukan dengan menggunakan Reagens Sulkowitch. Bila pada percobaan tidak terdapat endapan maka kadar kalsium plasma diperkirakan antara 5 mg/dl. Endapan sedikit (fine white cloud) Menunjukkan kadar kalsiun darah normal (6 ml/dl). Bila endapan banyak, kadar kalsium tinggi.

Persiapan :
-urine 24 jam ditampung ditampung.
-makanan rendah kalsium 2 hari berturut-turut.

Pelaksanaan :
-masukkan urin 3 ml ke dalam 2 tabung.
-ke dalam tabung pertama dimasukkan reagens sulkowitch 3 ml, tabung kedua hanya sebagai kontrol.

Pembacaan hasil secara kuantitatif :
Negatif (-) : tidak terjadi kekeruhan
Positif (+) : terjadi kekeruhan yang halus
Positif (++) : kekeruhan sedang
Positif (+++) : kekeruhan banyak timbul dalam waktu kurang dari 20 detik
Positif (++++) : kekeruhan hebat, terjadi seketika

 Percobaan Ellwort – Howard
Percobaan didasarkan pada diuresis pospor yang dipengaruhi oleh parathormon.
Cara pemeriksaan: klien disuntik dengan parathormon melalui intravena kemudian urin ditampung dan diukur kadar pospornya.pada hipoparatiroid, diuresis pospor bisa mencapai 5-6 kali nilai normal. Pada hiperparatiroid, diuresis pospornya tidak banyak berubah.
 Percobaan Kalsium Intravena
Percobaan ini berdasarkan pada anggapan bahwa bertambahnya kadar serum kalsium akan menekan pembentukkan parathormon. Normal bila pospor serum meningkat dan pospor diuresis berkurang. Pada hiper paratiroid, pospor serum dan pospor diuresis tidak banyak berubah. Pada hipoparatiroid, pospor serum hampir tidak mengalami perubahan tetapi pospor diuresis meningkat.
 Pemeriksaan radiologi
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya kalsifikasi tulang, penipisan dan osteoporosis. Pada hipotiroid, dapat dijumpai kalsifikasi bilateral pada dasar tengkorak. Densitas tulang bisa normal atau meningkat. Pada hipertiroid, tulang menipis, terbentuk kista dalam tulang serta tuberculae pada tulang.
 Pemeriksaan Elektrokardiogran ( EKG )
Persiapan khusus tidak ada. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelainan gambaran ekg akibat perubahan kadar kalsium serum terhadap otot jantung. Pada hiperparatiroid, akan dijumpai gelombang Q – T yang memanjang sedangkan pada hiperparatiroid interval Q – T mungkin normal
.
 Pemeriksaan Elektromiogram ( EMG )
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan kontraksi otot akibat perubahan kadar kalsium serum. Persiapan khusus tidak ada.

D. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Pankreas
Jenis pemeriksaannya adalah gula darah puasa. Bertujuan untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.
Nilai normal :
 Dewasa : 70-110 md/dl
 Bayi : 50-80 mg/d
 Anak-anak :60-100 mg/dl
Persiapan
 Klien dipuasakan sebelum pemeriksaan dilakukan
 Jelaskan tujuan prosedur pemeriksaan
Pelaksanaan
 Spesimen adalah darah vena lebih kurang 5 s/d 10cc.
 Gunakan anti koagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan segera.
 Bila klien mendapatkan pengobatan insulin atau oral hipoglikemik untuk sementara tidak diberikan.
 Setelah pengambilan darah, klien diberi makan dan minum serta obat-obatan sesuai program.
Gula darah 2 jam setelah makan. Sering disingkat dengan gula darah 2 jam PP (post prandial). Bertujuan untuk menilai kadar gula darah dua jam setelah makan. Dapat dilakukan secara bersamaan dengan pemeriksaan gula darah puasa artinya setelah pengambilan darah puasa,kemudian klien disuruh makan menghabiskan porsi yang biasa lalu setelah dua jam kemudian dilakukan pengukuran kadar gula darahnya. Atau bisa juga dilakukan secara terpisah tergantung paad kondisi klien.
Prinsip persiapan dan pelaksanaan sama saja namun perlu di ingat waktu yang tepat untuk pengambilan spesimen karena hal ini dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Bagi klien yang mendapat obat-obatan senentara dihentikan sampai pengambilan spesimen dilakukan.

E. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Adrenal
Pemeriksaan Hemokonsentrasi darah
Nilai normal pada :
 Dewasa wanita :37-47 %
 Pria : 45-54%
 Anak-anak :30-40%
 Neonatal :44-62%
Tidak ada persiapan secara khusus. Spesimen darah dapat diperoleh dari perifer seperti ujung jari atau melalui pungsi intravena. Bubuhi antikoagulan ke dalam darah untuk mencegah pembekuan.
Pemeriksaan Elektrolit Serum ( Na, K, Cl ), dengan nilai normal :
 Natrium : 310 – 335 mg ( 13.6 – 14 meq / liter )
 Kalium : 14 -20 mg% ( 3.5 – 5.0 meq/liter )
 Chlorida : 350-375 mg% (100-106 meq /liter)
Pada hipofungsi adrenal akan terjadi hipernatremi dan hipokalemi, dan sebaliknya terjadi pada hiperfungsi adrenal yaitu hiponatremia dan hiperkalemia. Tidak diperlukan persiapan fisik secara khusus.

Percobaan Vanil Mandelic Acid (VMA)
Bertujuan untuk mengukur katekolamin dalam urine. Dibutuhkan urine 24 jam. Nilai normal 1-5 mg. Tidak ada persiapan khusus.

Stimulasi test
Daimaksudkan untuk mengevaluasi dan mendeteksi hipofungsi adrenal. Dapat dilakukan terhadap kortisol dengan pemberian ACTH. Stimulasi terhadap aldosteron dengan pemberian sodium.

Kamis, 26 Mei 2011

PENGKAJIAN UMUM SISTEM ENDOKRIN


PENGKAJIAN SISTEM ENDOKRIN
A.Pengkajian umum sistem endokrin
1. Data Demografi
Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting.Beberapa gangguan endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah berlangsung sejak lama.Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan seperti yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara langsumg dengan gangguan hormonal seperti:
a.   Obesitas
b.   Gangguan pertumbuhan dan perkembangan
c.    Kelainan pada kelenjar tiroid
d.   Diabetes mellitus
e.    Infertilitas
Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan di mengerti oleh klien atau keluarga.
3. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien
Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan.
a.   Tanda-tanda seks sekunder yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada tidak berkembang dan lain-lain.
b.   Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain.
c.    Gangguan psikologia seperti mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.
d.   Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya.Bila klien dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya.
Juga perlu memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal seperti hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.
4. Riwayat Diit
Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah dapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:
a.   Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen
b.   Penurunan atau penambahan berat badan yang drastic
c.    Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan
d.   Pola makan dan minum sehari-hari
e.    Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid
5. Status Sosial Ekonomi
Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya bersama-sama dengan klien.Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu nilai tertentu.
Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan penafsiran
6. Masalah Kesehatan Sekarang
Atau disebut juga keluhan utama. Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta bantuan pelayanan seperti :
a.   Apa yang di rasakan klien
b.   Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau poerlahan dan sejak kapan dirasakan
c.    Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari
d.   Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine
e.     Bagaiman fungsi seksual dan reproduksi
f.    Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien
Hal - hal yang berhubungan dengan fungsi hormonal secara umum :
a.   Tingkat energy
Perubahan kekuatan fisik di hubungkan dengan sejumlah gangguan hormonal khususnya disfungsi kelenjar tiroid dan adrenal.perawat mengakaji bagaimana kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apakah dapat di lakukan sendiri tanpa bantuan, dengan bantuan atau sama sekali klien tidak berdaya melakukannya atau bahkan klien tidur sepanjang hari merupakan informasi yang sangat penting.Kaji juga bagaimana asupan makanan klien apkah berlebih atau kurang.
b.   Pola eliminasi dan keseimbangan cairan
Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokri. Secara langsung oleh ADH,Aldosteron, dan kortisol.perawat menanyakan tentang pola berkemih dan jumlah volume urine. Dan apakah klien sering terbangun malam hari untuk berkemih. Nyatakan volume urine dalam gelas untuk memudahkan persepsi klien. Eliminasi urine tentu sangat berhubungan erat dengan keseimbangan air dan elektrolit tubuh.Bila dari hasil anamnesa ada hal yang mengindikasikan voume urine berlebih, pertanyaan kita di arahkan lebih jauh ke kemungkinan klien kekurangan cairan, kaj apakah klien mengalami gejala kurang cairan dan bagaimana klien mengatasinya. Tanyakan seberapa besar volume cairan yang dikonsumsi setiap hari.Kaji pola sebelum sakit untuk membandingkan pola sebelum sakit untuk membandingan pola yang ada sekarang.
c.    Pertumbuhan dan perkembangan
Secara langsung pertumbuhan dan perkembangan ada di bawah pengaruh GH, kelenjar tiroid dan kelenjar gonad. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat saja terjadi semenjak di dalam kandungan bila hormon yang mempengaruhi tumbang fetus kurang seperti hipotiroid pada ibu.Kondisi ini dapat pula terjadi setelah bayi lahir artinya selama proses tumbang terjadi disfungsi GH atau mungkin Gonad dan kelenjar tiroid. Perlu mengkaji gangguan ini apakah terjadi semenjak bayi di lahirkan dengan tubuh yang kerdil, atau terjadi selama proses pertumbuhsn dan bahkan tidak dapat di identifikasi jelas kapan mulai tampak gejala tersebut.Mengkajisecara lengkap pertambahan ukuran tubuh dan fungsinya misalnya bagaimaa tingkat intelegensia, kemampuan berkomunikasi, inisiatif dan rasa tanggung jawab.
Kaji pula apakah perubahan fisik tersebut mempengaruhi kejiwaan klien.
d.   Seks dan Reproduksi
Fungsi seksual dan reproduksi sama penting untuk di kaji baik klien wanita maupun pria. Pada klien wanita, kaji siklus menstruasinya mencakup lama, volume, frekuensi dan perubahan fisik termasuk sensasi nyeri atau kramp abdomen sebelum selama dan sesudah haid. Untuk volume gunakan satuan jumlah pembalut yang di gunakan, kaji pula pada umur berapa klien pertama kali menstruasi.
Bila klien bersuami, kaji apakah pernah hamil, abortus, dan melahirkan.
Jumlah anak yang pernah di lahirkan dan apakah klien menggunakan cara tertentuuntuk membatasi kelahiran atau cara untuk mendapatkan keturunan. Pada klien pria, kaji apakah klien mampu ereksi dan orgasme dan bagaimana perasaan klien setelah melakukannya, adakah perasaan puas dan menyenangkan. Tanyakan pula adakah perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.
Mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan seks masih seringkali menjadi hal yang tabu untuk di perbincangkan padahal seharusnya itu tidak perlu terjadi. Jika perbincagan tentang seks ii di lakukan dalam konteks therapi maka tidak perlu malu. Perawat perlu mawas diri dengan perasaannya, bersikap dewasa, dan berwibawa sehingga perasaan segan dan malu dapat diminimalkan bahkan dihilangkan.
e.    Pemeriksaan fisik
Melalui pemeriksaan fisik ad dua aspek utama yang dapat di gambarkan yaitu:
1)    Kondisi kelenjar endokrin
2)   Kondisi jaringan atau organ sebagai dampak dari kondisi endokrin
Pemeriksaan fisik terhadap kondisi kelenjar hanya dapat dilakukan terhadap kelenjar tiroid dan kelenjar gomad pria (testes).Secara umum,tekhenik pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dalam memperoleh berbagai penyimpangan fungsi adalah :
Inspeksi
Disfungsi sistem endokrin akan menyebabkan perubahan fisik sebagai dampaknya terhadap pertumbuhan dan perkembangan, kesembangan cairan dan elektrolit , seks dan reproduksi, metabolisme dan energi.Berbagai pperubahan fisik dapat berhubungan dengan satu atau lebih gangguan endokri, oleh karena itu dalam melakukan pemeriksaan fisik, perawat tetap berpedoman pada pengkajian yang komprehensif dengan penekanan pada gangguan hormonal tertentu dan dampaknya terhadap jaringan sasaran dan tubuh secara keseluruhan. Jadi menggunakan pendekatan head-to-toe saja atau menggabungkannya  dengan pendekatan sistem, kedua-duanya dapat digunakan
         Pertama-tama, amatilah penampilan umum klien apakah tampak kelemahan berat, sedang dan ringan dan sekaligus amati bentuk dan proporsi tubuh. Pada pemeriksaan wajah, fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir.pada mata amati adannya edema periorbita dan exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul. Amati lidah klien terhadap kelainan bebtuk dan penebalan, ada tidaknya tremor pada saat diam atau bila digerakkan. Kondisi ini biasanya terjadi pada gangguan tiroid.
         Didaerah leher, apakah leher tampak membesar, simetris atau tidak. Pembesaran leher dapat disebabkan pembesaran kelenjar tiroid dan untuk meyakinkannya perlu dilakukan palpasi.Distensi atau bendungan pada vena jugularis dapat mengidemtifikasikan kelebihan cairan atau kegagalan jantung. Amati warna kulit(hiperpigmentasi atau hipopigmentasi) pada lehe, apakah merata dan cacat lokasinya dengan jelas. Bila dijumpai  kelainan kulit leher, lanjutkan dengan memeriksa lokasi yang lain di tubuh selakigus. Infeksi jamur, penembuhan luka yang lama, bersisik dan petechiae lebih sering dijumpai pada klien dengan hiperfungsi adrenokortikal. Hiperpigmentasi pada jari, siku dan lutut dijumpai pada klien hipofungsi kelenjar adrenal.Vitiligo atau hipopigmentasi pada kulit tampak pada hipofungsi kelenjar adrenal sebagai akibat destruksi melanosit dikulit oleh proses autoimun. Hipopigmentasi biasa terjadi di wajah, leher, dan ekstremitas. Penumpukan masa otot yang berlebihan pada leher bagian belakang yang biasa disebut Bufflow neck atau leher/punuk kerbau dan terus sampai daerah clavikula sehingga klien tampak seperti bungkuk, terjadi pada klien hiperfungsi adrenokortikal. Amati bentuk dan ukuran dada, pergerakan dan simetris tidaknya.
         Ketidakseimbangan hormonal khususnya hormon seks akan menyebabkan perubahan tanda seks sekunder, oleh sebab itu amati keadaan rambut axila dan dada. Pertumbuhan rambut yang berlebihan pada dada dan wajah wanita disebut hirsutisme. Pada buah dada amati bentuk dan ukuran, simetris tidaknya, pigmentasi dan adanya pengeluaran cairan. Striae pada buah dada atau abdomen sering dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Bentuk abdomen cembung akibat penumpukan lemak centripetal dijumpai pada hiperfungsi adrenokortikal.Pada pemeriksaan genetalia, amati kondisi skrotum dan penis juga klitoris dan labia terhadap kelainan bentuk.

Palpasi
Kelenjar tiroid dan testes, dua kelenjar yang dapat diperiksa melalui rabaan. Pada kondisi normal, kelenjar tiroid tidak teraba namun isthmus dapat diraba dengan menengadahkan kepala klien. Lakukan palpasi kelenjar tiroid perlobus dan kaji ukuran, nodul tinggal atau multipel, apakah ada rasa nyeri pada saat di palpasi. Pada saat melakukan pemeriksaan, klien duduk atau berdiri sama saja namun untuk menghindari kelelahan klien sebaiknya posisi duduk.Untuk hasil yang lebih baik, dalam melakukan palpasi pemeriksa berada dibelakang klien dengan posisi kedua ibu jari perawat dibagian belakang leher dan keempat jari-jari lain ada diatas kelenjar tiroid.
         Palpasi testes di lakukan dengan posisi tidur dan tangan perawat harus dalam keadaan hangat. Perawat memegang lembut began ibu jari dan dua jari lain, bandingkan yang satu dengan yang lainnya terhadap ukuran/besarnya, simetris tidaknya nodul. Normalnya testes teraba lembut, peka terhadap sinaar dan sinyal seperti karret.


Auskultasi
Mendengarkan bunyin tertentu dengan bantuan stetoskop dapat menggambarkan berbagai perubahan dalam tubuh.Auskultasi pada daerah leher, diatas kelenjar tiroid dapat mengidentifikasi“ bruit“. Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada pembuluh darah tiroidea. Dalam keadaan normal, bunyi ini tidak terdengar. Dapat diidentifikasi bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid.
         Auskultasi dapat pula dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan pada pembuluh darah dan jantung seperti tekanan darah, ritme dan rate jantung yang dapat menggambarkan gangguan keseimbangan cairan, perangsangan katekolamin dan perubahan metabilisme tubuh.
7.  Pengkajian Psikososial
    Perawat mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman , dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat sakit. Sejaumlah ganguan endokrin yang serius mempengaruhi persepsi klien terhadap dirinya sendiri oleh karena perubahan-perubahan yang dialami menyangkut perubahan fisik, fungsi seksual dan reproduksi dan lain-lain yang akan mempengaruhi konsep dirinya. Kemampuan klien dan keluarga dalam memberi perawatan di rumah termasuk penggunaan obat-obatan yang biasanya dapat berlangsung lama perlu dikaji.

Pengkajian Diagnostik Sistem Endokrin
A. Pemeriksaan Diagnostik pada Kelenjar Hipofise
Foto Tengkorak (kranium)
Dilakukan untuk melihat sella tursika. Dapat terjadi tumor atau juga atropi. Tidak dibutuhkan persiapan fisik secara khusus, namun pendidikan kesehatan tentang tujuan dan prosedur sangatlah penting.


Foto tulang (osteo)
Dilakukan untuk melihat kondisi tulang. Pada klien dengan gigantisme akan dijumpai ukuran maupun panjangnya. Pada akromegali akan dijumpai  tulang-tulang perifer yang bertambah ukurannnya ke samping. Persiapan fisik secara khusus tidak ada, pendidikan kesehatan diperlukan.

CT scan Otak
Dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofise atu hipotalamus melalui komputerisasi. Tidak ada persiapan fisik secara khusus, namun diperlukan penjelasan agar klien dapat diam bergerak selama prosedur.

Pemeriksaan darah dan urin
KADAR GROWTH HORMON
Nilai normal 10µg/ml pada anak dan orang dewasa. Pada bayi di bulan-bulan pertama kelahiran nilai ini meningkat kadarnya. Spesimen adalah darah venalebih kurang 5 cc. Persiapan khusus secara fisik tidak ada.
KADAR TIROID STIMULATING HORMON (TSH)
Nilai normal 6-10 µg/ml. Dilakukan untuk menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder. Dibutuhkan darah lebih kurang 5 cc. Tanpa persiapan secara khusus.
KADAR ADENOKARTIKO TROPIK (ACTH)
 Pengukuran dilakukan dnegan test supresi deksametason. Spesimen yang diperlukan adalah darah vena lebih kurang 5 cc dan urin 24 jam.
Persiapan
1.    Tidak ada pembatasan makan dan minum
2.    Bila klien menggunakan obat-obatan seperti kortisol dan antagonisnya, dihentikan lbih dahulu 24 jam sebelumnya.
3.    Bila obat-obatan harus diberikan, lamirkan jenis obat dan dosisnya pada lembar pengiriman spesimen
4.   Cegah stress fisik dan psikologis
          Pelaksanaan
1.    Klien diberi deksametason 4 × 0.5 ml/hari selama-lamanya dua hari
2.    Besok paginya darah vena diambil sekitar 5 cc
3.    Urine ditampung selama 24 jam
4.   Kirim spesimen ( darah dan urin ) ke laborator
          Hasil
Normal bila ;
v  ACTH menurun kadarnya dalam darah. Kortisol darah kurang dari 5 ml/dl